Minggu, 17 Juni 2012

MODERNISASI TARIAN LIKURAI SUAI LORO



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa. Karena berkat dan rahmatnya saya dapat menyelesaikan tugas ini yang berjudul “Modernisasi Tarian Likurai”
Tugas ini berisikan tentang Memodernisasikan Tarian likurai di Di Suailoro kabupaten Covalima (Timor-Leste). Diharapkan tugas saya ini dapat bermanfaat bagi teman – teman mahasiswa yang ingin memodernisasikan sebuah tarian demi  memenuhi keinginan wisatawan.
Saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih. Semoga Tuhan yang maha Esa selalu memberkati kita semua.

1.        PENDAHULUAN
Seni tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. Salah satu cara untuk menarik wisatawan menikmati tari –tarian local adalah tarian kreasi baru yang mempunyai ungkapan artistik yang bebas. makin maraknya pertumbuhan tari-tarian dalam pariwisata seni. Tari  kreasi baru di awal tahun 1970 tepatnya di Bali dengan tujuan megurangi durasi waktu pentas yang biasanya terbilang lama dan memberikan sentuhan –sentuhan baru namun tetap mempertahankan keaslihannya.
Dalam tarian baru ini elemen-elemen seni klasik/ tradisional dipergunakan secara bebas dan kreatif, sesuai rasa estetik individu penatanya. Kreativitas seperti ini melahirkan garapan tari baru yang inovatif yang menawarkan gagasan atau nafas-nafas baru yang dapat dikelompokkan sebagai tari Moderen  .
Khusunya dalam tarian likurai sangan diperlukan sentuhan baru karena durasi aslinya sangat lama yakni bisa sampai tujuh hari. Oleha karena sentuhan –sentuhan baru dalam tarian likurai sangat diperlukan demi memenuhi tuntutan kebututuhan pariwisata. Dalam tarian ini penuh dengan simbol-simbol. Baik simbol dari kehidupan nyata maupun simbol kehidupan alam lain dan mimpi-mimpi. Tapi dengan memoderenkan tari likurai Tidak hanya menghibur hati, tetapi dapat memberikan pedoman yang mudah dicerna  tentang keperkasaan dan keberanian. Tarian likurai bukan hanya  bisa menghubungkan nalar dan rasa antar manusia, tetapi juga menghubungkan alam  dan manusia  dalam sebuha hubungan yang harmonis.

2. MODERNISASI TARIAN LIKURAI

2.1         Arti  dan sejarah Tari likurai



       Secara Harafia tarian Lukurai berasal dari dua kata yaitu Haliku dan Rai. Haliku berarti mengawasi, menjaga, melindungi, memelihara, mengambil, menguasai. Rai berarti Tanah, Bumi, Negeri atau Pulau. Haliku Rai atau kelak disingkatpadukan menjadi Likurai, boleh diartikan sebagai sebuah aksi atau tindakan mengawasi, menjaga, melindungi, memelihara dan mengambil tanah atau bumi, entah tanah itu pada dasarnya milik kita, maupun milik orang lain. Menjaga tanah milik kita sendiri maupun mengambil, dalam arti menguasai tanah milik orang lain, tentu tidaklah mudah. Semuanya perlu perjuangan, pertarungan, pertempuran di medan perang.
Di zaman nenek moyang dulu, orang Timor  harus menjaga baik-baik tanahnya untuk tidak dicaplok. Tak jarang leluhur orang Timor  harus berperang melawan suku lain yang mengganggu ketenangan hidup warga atau harus merebut wilayah kekuasaan baru karena bertambahnya anggota suku. Tercatat bahwa leluhur Timor jago perang, lihai dan banyak kali memenangkan.Tarian Likurai dahulunya merupakan tarian perang, yaitu tarian yang didendangkan ketika menyambut atau menyongsong para pahlawan yang pulang dalam perang. 

      Para wanita akan membagi tugas, ada yang, dibantu beberapa pria, menyiapkan hidangan buat makan bersama (Hadi’a No Hadar Lamak), lainnya bergegas membawa Tihar masing-masing menunggu di Pintu Gerbang (Kanokar Dato Babasak Dato) membentuk barisan, dan selepas Hase-Hawaka dari pujangga adat, para wanita akan segera menabuh Tihar, memberi hormat tiga kali kepada para pahlawan, lalu secara serentak dan lincah, mereka menabuhnya lebih hidup sembari meliuk-liukkan tubuh lambang sukacita atas kemenangan perang dan bergerak menuju Istana Agung (Ksadan, atau lengkapnya Ksadan Dato Molin Dato) Kerajaan (Fohobot-Raibot), mengiringi para Meo yang menang perang dengan membawa serta kepala musuh. Kepala musuh ditaruh pada sebuah tempat khusus terbuat dari batang kayu yang kuat (Turas Ulu), lalu Likurai pun dilanjutkan, kini dalam bentuk lingkaran, sebagai penghinaan (Hamoe, Hati’as) atas kepala musuh (Funu) yang selama ini menjadi sumber masalah, namun kini telah ditaklukkan, sekaligus demi kehormatan (Hatetu-Harani atau Hafoli) para pahlawan yang berjuang mati-matian membela kebenaran, keadilan dan hidup bangsanya.
      Puluhan bahkan ratusan wanita berpadu dalam Basa Tihar, satu atau dua wanita lain membawa gong kecil untuk dipukul (Ta’e Tala) berpadu dengan tabuhan Tihar. Tala dipadukan dengan Tihar menghasilkan bunyi-bunyian yang membangkitkan sukacita, decak kagum dan bangga sekaligus menciptakan suasana sakral dan bernas. Para lelaki yang siap meronggeng pun akan tampil perkasa di kesempatan ini. Bisa dikatakan bahwa Likurai ini adalah tarian heroik yang pada dasarnya mengandung unsur kekerasan peperangan (Hatuda Malu), sekaligus syukur atas keberhasilan, kesejahteraan dan harga diri sebuah bangsa (Husar Binan Rai Timor  Tetuk No Nesan, Di’ak No Kmanek: Bangsa Timor  yang bermartabat, berdaulat, berwibawa, adil dan sejahtera).

2.2 Peralatan Untuk Tari Likurai 


 

1. Tais Futus adalah sebutan untuk Tenun Ikat warisan Leluhur (dalam bahasa Tetun, Timor). Dulu kala, cukup dipakai tais futus, tanpa kebaya. Dan itu disebut Metisusu artinya wanita Timor jaman dulu, cukup melilitkan kain panjang sedikit di atas dada turun sampai ke pergelangan kaki.
2.  Kaebauk adalah mahkota terbuat dari perak untuk hiasan kepala orang Timor
3. Belak adalah lempengan logam sebesar lempengan disk, terbuat dari perak untuk hiasan dada orang Timor
4.  Morten adalah manik-manik berwarna oranye, untuk digantungkan di leher.
5. Riti adalah gelang tangan sebesar arloji dipasang di pergelangan tangan sebagai hiasan untuk wanita
6.  Ina no Bete sia, artinya Ibu dan para Tuan Putri (Bahasa Tetun)
7.  Tihar mirip Tifa (Maluku) adalah gendang yang dipakai untuk menari Likurai
8.  Tala adalah gong yang juga ditabuhkan bersama sejumlah Tihar dalam Tarian Likurai
9. Haksoke adalah ronggengan khas pria Timor berpadanan dan berhadapan dengan parawanita penabuh gendang. Kain selimut untuk pria Timor biasanya los saja, tanpa dijahit gabung kedua sisinya (sehingga berbentuk terbuka seperti batik). Kain wanita dijahit gabung kedua sisinya (sehingga berbentuk seperti kain sarung atau lipa) Sehingga jelas diketahui, mana kain pria dan mana kain wanita.

2.2    Penyebaran Tarian Liku rai
Memang, sejatinya Tarian Likurai ini berasal dari Daerah Belu. Namun kita juga dapat menjumpainya di Timor-Leste khusunya desa suai loro ( Kamanasa) . Menurut Oang tua        (tetua adat) di Suai Loro Abel Ximenes.  konon katanya masyakatak sui loro nenek moyangnya berasal dari keturunan Manu Aman Lakaan inilah yang kelak memenuhi Tanah Belu, Timor Leste, Dawan, Rote, Sabu, Larantuka atau Lamaholot di Pulau Flores bagian Timur.” Dengan demikian tidaklah  heran kalau masyarakat Suai kebanyakan menganut paham matrilineal karena kisah Tuan Putri Laka Loro Kmesak ini. Walau akhirnya dalam sejarah yang panjang, anak-cucu Manu Aman Lakaan mengembangkan pula sistem patrilineal dengan mem-faen kotu seorang istri untuk dimasukkan ke rumah suku lelaki, itu merupakan pengembangan lebih lanjut atau penafsiran terhadap sistem matrilineal yang sudah ada sejak leluhur, di mana, perempuan yang di-faen-kotu, memiliki arti bahwa perempuan itu sangat tinggi harkatnya dan sangat disanjung sehingga suku suami, rela mengorbankan harta bendanya demi mendapatkan perempuan baru sebagai anggota inti rumah suku sang suami. Dan yang masih menjadi bukti di suailoro selain tarian liku rai juga bahasa dan adat istiadat
Pada masa kini, tarian tersebut hanya dipentaskan saat menerima tamu-tamu agung atau pada upacara besar atau acara-acara tertentu. Sebelum tarian ini dipentaskan, maka terlebih dahulu diadakan suatu upacara adat untuk menurunkan Likurai atau tambur-tambur itu dari tempat penyimpanannya yaitu Rumah Adat ( uma lulik.) Oleh karana tetua adat kemudian digunakan para penari untuk pentas.
2.3         Gerakan –gerakan Tarian liku rai
Jumlah peserta tarian likurai tidak dibatasi.  Para wanita maupun laki – laki Timor, tua-muda, besar-kecil, entah berpendidikan tinggi atau pun buta aksara, baik orang berada maupun kaum sederhana, semua berpadu mengapit tambur di bawah ketiaknya, lalu membentuk barisan atau lingkaran di antara mereka kadang belasan wanita, kadang puluhan, kadang malah bisa ratusan wanita, memukul atau membunyikannya secara dinamis, ritmik, dengan beraneka ragam bunyi atau warna pukulan, namun tetap menjaga kekompakan, tempo, juga dipadukan dengan gerakan tubuh, badan meliuk secara beraturan kesana-kemari seiring bunyi-bunyian yang dihasilkan dari pukulan gendang tersebut. Gendang ini dalam bahasa Tetun Suai  disebut Babadok . Babadok  ini pasti dipunyai oleh setiap rumah tangga di Kabupaten Belu. Para wanita Timor tentu menyimpan Babadok  di rumahnya. Menabuh Babadok  disebut Basa-Babadok  atau He’uk. Selain Babadok , satu atau dua wanita lainnya tidak akan membawa babadok ke dalam lingkaran para penari itu, tetapi membawa Tala. Tala adalah sejenis gong kecil, terbuat dari logam, ukurannya sebesar piring makan, yang sangat cocok ditabuhkan berpaduan dengan pukulan Tihar.

     Di samping para wanita--yang menabuh gendang apitan bawah ketiak dengan penuh ritmik-dinamis gerakan tubuhnya, ditambah lengkingan gong--para lelaki pun, karena dibakar semangat oleh keramaian bunyi-bunyian Tihar, Tala dan gerak lincah-gemulai para wanita itu, masuk meronggeng dalam lingkaran. Kadang, para lelaki tampil lebih heboh daripada para wanita. Sering mereka membawa selendang kecil berukuran panjang dua meter dan mereka akan berperangai seperti elang mengepakkan sayap mencari mangsa. Kadang malah mereka membawa kelewang adat, di mana di pangkal kelewang itu diikat rambut dari kepala musuh yang pernah ditebas dengan kelewang sakti itu untuk menunjukkan sifat kepahlawanan leluhur Timor.

    Dalam keramaian itu para lelaki peronggeng akan sesekali berteriak, dan teriakanitumenggelegar menambah riuh-rendah suasana pesta, sepertinya para peronggeng itu mau menunjukkan kejantanan mereka di saat perhelatan itu. Ronggengan lelaki mengiringi para wanita penabuh gendang dan gong itu disebut Haksoke. Ketika ronggengan maut lelaki membahana, para wanita pun semakin gesit dan lincah menabuh babadokr dan meliuk-liukkan tubuhnya. Panas cuaca, keringatan, siapa peduli? Kemeriahan inilah yang menjadi suasana puncak sebuah Tarian Likurai. Lamanya tarian ini tergantung pada cuaca, kepiawaian, ketahanan para penari dan peronggeng, ketersediaan waktu dan tempat. Cuaca cerah, Tiharnya banyak, Talanya bergaung, para penarinya aduhai, para peronggengnya gagah, tempatnya luas dan teduh, misalkan di tanah lapang, di bawah rindangnya beringin, tarian bakal begitu lama durasinya. Dulu biasanya ditarikan sekitar tujuh jam, dari sekitar jam sepuluh pagi hingga jam lima sore, selama tujuh hari terturut-turut (Dahur No Liban Kalan Hitu Loron Hitu).

      Kini ditarikan sekitar empat sampai lima jam saja dan jarang dilangsungkan selama tujuh hari berturut-turut. Seorang penari tidak otomatis menari selama tujuh jam. Tentu tiap orang akan dengan bijaksana memutuskan kapan ia bergabung dalam lingkaran para penari dan kapan ia harus beristirahat sejenak. Dalam waktu istirahat, tentu acara selingan bagi orang Timor adalah mengunyah sirih pinang, menegur-sapa, berbasa-basi sambil menjadi penonton yang memberi komentar-komentar ringan sebagai penyemangat bagi para penari.

2.4    Makna –makna baru
Kini Tarian Likurai diberi beberapa makna baru untuk menolong manusia Timor demi  memperjuangkan dan mencapai hidup yang lebih bermartabat:

1. Tarian Likurai ketika dibawakan dalam upacara keagamaan (biasanya dalam peribadatan Gereja Katolik) mau menunjukkan bahwa sebagai umat beriman, kita harus tampil sebagai pahlawan yang selalu berusaha mengalahkan kejahatan dengan selalu memilih untuk berbuat baik sesuai dengan kehendak Tuhan, demi kebahagiaan kita semua.

2. Tarian Likurai ketika dibawakan dalam menyambut kunjungan tokoh-tokoh pemerintahan, tokoh masyarakat atau pun tamu terhormat, mau menunjukkan bahwa sikap saling menghormati adalah sikap dasariah manusia beradab. Para sesepuh itu layak dihormati dan ini juga menggugah mereka untuk tampil sebagai pahlawan yang siap membela dan mengupayakan kemajuan dan kemandirian segenap rakyatnya.

3. Tarian Likurai ketika dibawakan dalam pelbagai acara syukuran sebenarnya mau menunjukkan kepada kita bahwa kita patut bersyukur kepada Tuhan yang senantiasa memberkati kita, sekaligus kita berterima kasih kepada sesama manusia dan alam semesta yang senantiasa menolong dan menunjang kerja keras kita untuk mencapai idealitas hidup, sesuai yang kita dambakan bersama: hidup yang aman, damai, bersahabat, adil, sejahtera dalam keterpaduan hati sebagai sesama manusia, dengan alam semesta dan dengan kesadaran mendalam bahwa bagaimana pun kita ini makhluk terbatas yang bergantung sepenuhnya pada kekuasaan Tuhan.
2.5 Memodernisasikan
            Meskipun sudah ada perubahan durasi tapi kelihatannya masih tetap lama bila di pentaskan pada acara-acara kepariwisataan. Likurai ketika dibawakan dalam upacara keagamaan durasinnya sekitar 2, 5 jam, ketika dibawakan dalam menyambut kunjungan tokoh-tokoh pemerintahan 3 sampai 4 jam dan ketika dibawakan dalam pelbagai acara syukuran waktu pentas bisa mencapai 5 jam. Apa yang perlu dikurangi untuk mendapatkan durasi waktu yang cocok sesuai kebutuhan pariwisata adalah sebagai berikut :
1. Jumlah Peserta Tarian
 Disini penulis ingin menguransi peserta pentas sesuai kebutuhan panggung. Bisa antara 8 sampai 12 peserta. Dengan Konposisi untuk yang 12 penari. Laki –laki 4org,  wanita 8 org, sedangkan untuk 8 penari. laki –laki 2 org, perempuan 4 org. Dengan Mengurangi peserta bisa member kesempatan untuk penari melakukan tarian atau pertunjukan sesuia waktu yang ditetepkan.
2.    Durasi Musik
Musik yang akan dimainkan  durasi disesuiakan dengan kebutuhan wisatawan. Jangan terjadi mutualisme dimana makna budaya akan tetap dijaga dan waktu wisatawan pun tidak banyak disita 

3.    Pakian bagi Penari
Tarian Likurai bukan hanya ada di Timor-leste saja sehingga pakain yang akan digunakan oleh penari harus ada motif yang beda supaya tercipta keunikan .
 


DAFTAR PUSTAKA

Direcção Nacional de Estatística, Ministério das Finanças de Timor Leste,
(citado em 26 de Abril de 2011).
I  Gde Pitana &  Putu G. Gayatri “ Sosiologi Pariwisata” Ed. I Andi Yogyakarta 2004
Www. Wikipedia “ Sejarah Timor-Timur”